ALI BIN ABI THALIB
DAN FATIMAH AZ-ZAHRA
Cinta Ali dan Fatimah
luar biasa indah, terjaga kerahasiaanya dalam sikap, ekspresi, dan kata, hingga
akhirnya Allah menyatukan mereka dalam suatu pernikahan. Konon saking
rahasianya, setan saja tidak tahu menahu soal cinta di antara mereka.
Ali terpesona pada
Fatimah sejak lama, disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekatan kerja, dan
paras putri kesayangan Rasulullah Saw. itu. Ia pernah tertohok dua kali saat
Abu Bakar dan Umar ibn Khattab melamar Fatimah sementara dirinya belum siap
untuk melakukannya. Namun kesabarannya berbuah manis, lamaran kedua orang
sahabat yang tak diragukan lagi kesholehannya tersebut ternyata ditolak
Rasulullah Saw. Akhirnya Ali memberanikan diri. Dan ternyata lamarannya kepada
Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima.
Di sisi lain, Fatimah
ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu riwayat
dikisahkan bahwa suatu hari setelah kedua menikah, Fatimah berkata kepada Ali:
“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan
jatuh cinta pada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya”. Ali pun
bertanya mengapa ia tetap mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal
menikah dengannya. Sambil tersenyum Fathimah menjawab, “Pemuda itu adalah
dirimu”
UMAR BIN ABDUL
AZIZ
Umar bin Abdul Aziz,
khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah, suatu kali jatuh cinta pada seorang
gadis, namun istrinya, Fatimah binti Abdul Malik tak pernah mengizinkannya
menikah lagi. Suatu saat dikisahkan bahwa Umar mengalami sakit akibat kelelahan
dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah pun datang membawa kejutan untuk
menghibur suaminya. Ia menghadiahkan gadis yang telah lama dicintai Umar,
begitu pun si gadis mencintai Umar. Namun Umar malah berkata: “Tidak..!! Ini
tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah diri saya kalau saya
kembali kepada dunia perasaan semacam itu.”
Umar memenangkan
cinta yang lain, karena memang ada cinta di atas cinta. Akhirnya ia menikahkan
gadis itu dengan pemuda lain. Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum
meninggalkan rumah Umar, gadis itu bertanya, “Umar, dulu kamu pernah
mencintaiku. Tapi kemanakah cinta itu sekarang?” Umar bergetar haru, tapi ia
kemudian menjawab, “Cinta itu masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih
dalam.”
ABDURRAHMAN IBN
ABU BAKAR
Abdurrahman bin Abu
Bakar Ash Shiddiq dan istrinya, Atika, amat saling mencintai satu sama lain
sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada akhirnya meminta Abdurrahman
menceraikan istrinya karena takut cinta mereka berdua melalaikan dari jihad dan
ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah ayahnya, meski cintanya pada sang
istri begitu besar.
Namun tentu saja
Abdurrahman tak pernah bisa melupakan istrinya. Berhari-hari ia larut dalam
duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin untuk tegar. Perasaan Abdurrahman
itu pun melahirkan syair cinta indah sepanjang masa:
Demi Allah, tidaklah
aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya
Akhirnya hati sang
ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali. Abdurrahman pun
membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan ibadah dan jihadnya di
jalan Allah. Terbukti ia syahid tak berapa lama kemudian.
RASULULLAH DAN
KHADIJAH BINTI KHUWAILID
Teladan dalam kisah
cinta terbaik tentunya datang dari insan terbaik sepanjang masa: Rasulullah
Saw. Cintanya kepada Khadijah tetap abadi walaupun Khadijah telah meninggal.
Alkisah ternyata Rasulullah telah memendam cintanya pada Khadijah sebelum
mereka menikah. Saat sahabat Khadijah, Nafisah binti Muniyah, menanyakan kesedian
Nabi Saw. untuk menikahi Khadijah, maka Beliau menjawab: “Bagaimana caranya?”
Ya, seolah-olah Beliau memang telah menantikannya sejak lama.
Setahun setelah
Khadijah meninggal, ada seorang wanita Shahabiyah yang menemui Rasulullah Saw.
Wanita ini bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah? Engkau
memiliki 9 keluarga dan harus menjalankan seruan besar.”
Sambil menangis
Rasulullah Saw menjawab, “Masih adakah orang lain setelah Khadijah?”
Kalau saja Allah
tidak memerintahkan Muhammad Saw untuk menikah, maka pastilah beliau tidak akan
menikah untuk selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan Khadijah
layaknya para lelaki. Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena
tuntutan risalah Nabi Saw, beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini
walaupun setelah 14 tahun Khadijah meninggal.
Masih banyak lagi
bukti-bukti cinta dahsyat nan luar biasa islami Rasulullah Saw. kepada
Khadijah. Subhanallah.
RASULULLAH DAN
AISYAH
Jika Rasulullah
ditanya siapa istri yang paling dicintainya, Rasul menjawab, “Aisyah”. Tapi
ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah, beliau menjawab, “Cinta itu
Allah karuniakan kepadaku.” Cinta Rasulullah pada keduanya berbeda, tapi
keduanya lahir dari satu yang sama: pesona kematangan.
Pesona Khadijah
adalah pesona kematangan jiwa. Pesona ini melahirkan cinta sejati yang Allah
kirimkan kepada jiwa Nabi Saw. Cinta ini pula yang masih menyertai nama
Khadijah tatkala nama tersebut disebut-sebut setelah Khadijah tiada, sehingga
Aisyah cemburu padanya.
Sedangkan Aisyah
adalah gabungan dari pesona kecantikan, kecerdasan, dan kematangan dini. Ummu
Salamah berkata, “Rasulullah tidak dapat menahan diri jika bertemu dengan
Aisyah.”
Banyak kisah-kisah
romantis yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad dan istrinya, Aisyah.
Rasulullah pernah berlomba lari dengan Aisyah. Rasul pernah bermanja diri
kepada Aisyah. Rasulullah memanggil Aisyah dengan panggilan kesayangan
‘Humaira’. Rasulullah pernah disisirkan rambutnya, dan masih banyak lagi kisah
serupa tentang romantika suami-istri.
THALHAH IBN
‘UBAIDILLAH
Satu hari ia
berbincang dengan ‘Aisyah, isteri sang Rasulullah, yang masih terhitung
sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau pias tak suka. Dengan isyarat,
Rasulullah meminta ‘Aisyah masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia
undur diri bersama gumam dalam hati: “Beliau melarangku berbincang dengan
‘Aisyah. Tunggu saja, jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan
orang lain mendahuluiku melamar ‘Aisyah.”
Satu saat dibisikannya
maksud itu pada seorang kawan, “Ya, akan kunikahi ‘Aisyah jika Rasulullah telah
wafat.”
Gumam hati dan ucapan
Thalhah disambut wahyu. Allah menurunkan firman-Nya kepada Rasulullah dalam
ayat kelima puluh tiga surat Al Ahzab: “Dan apabila kalian meminta suatu hajat
kepada isteri Nabi itu, maka mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian
itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti
Rasulullah dan tidak boleh menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”
Ketika ayat itu
dibacakan padanya, Thalhah menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya,
menyumbangkan kesepuluh untanya untuk jalan Allah, dan menunaikan haji dengan
berjalan kaki sebagai taubat dari ucapannya. Kelak, tetap dengan penuh cinta
dinamainya putri kecil yang disayanginya dengan asma ‘Aisyah. ‘Aisyah binti
Thalhah. Wanita jelita yang kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan,
kecerdasan, dan kecemerlangannya. Persis seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang
pernah dicintai Thalhah.
Subhanallah.
KISAH CINTA YANG
MEMBAWA SURGA
Al-Mubarrid
menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja’ bin Amr
An-Nakha’i, ia berkata: “Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia sangat
rajin dan taat. Suatu waktu dia berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha’.
Dia melihat seorang
wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata
cintanya pada si wanita cantik tak bertepuk sebelah tangan.
Karena sudah jatuh
cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang untuk melamar gadis tersebut.
Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dojodohkan dengan sepupunya.
Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si
wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya, ‘Aku
telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji
dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah
jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku.’
Dijawab oleh pemuda
tadi melalui orang suruhannya, ‘Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu,
sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab
yang akan menimpaku pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak pernah
mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobaranya.’
Ketika disampaikan
pesan tadi kepada si wanita, dia berkata, ‘Walau demikian, rupanya dia masih
takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk
bertaqwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu.’
Kemudian dia meninggalkan
urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai
beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan
perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus karena menahan
rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan pemuda itu
seringkali berziarah ke kuburnya, dia menangis dan mendo’akanya. Suatu waktu
dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan
penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya, ‘Bagaimana
keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?’
Dia menjawab,
‘Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang
dapat mengiring menuju kebaikan.’
Pemuda itu bertanya,
‘Jika demikian, kemanakah kau menuju?’ Dia jawab, ‘Aku sekarang menuju pada
kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat
kumiliki dan tidak akan pernah rusak.’
Pemuda itu berkata,
‘Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu.’
Dia jawab, ‘Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada
Tuhanku dan Tuhanmu (Allah) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah
aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah.’
Si pemuda bertanya,
‘Kapan aku bisa melihatmu?’ Jawab si wanita, ‘Tak lama lagi kau akan datang
melihat kami.’ Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh
Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.
Benar-benar sebuah
kisah cinta yang agung dengan berdasarkan janji bertemu di surga. Luar biasa.
UMMU SULAIM DAN
ABU THALHAH
Ummu Sulaim merupakan
janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah yang memendam rasa cinta dan kagum
akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu Sulaim tanpa banyak pertimbangan. Namun
di luar dugaan, jawaban Ummu Sulaim membuat lidahnya menjadi kelu dan rasa
kecewanya begitu menyesakkan dada, meski Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan
rasa hormat:
“Sesungguhnya saya
tidak pantas menolak orang yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah. Hanya sayang
engkau seorang kafir dan saya seorang muslimah. Maka tak pantas bagiku menikah
denganmu. Coba Anda tebak apa keinginan saya?”
“Engkau menginginkan
dinar dan kenikmatan,” kata Abu Thalhah.
“Sedikit pun saya
tidak menginginkan dinar dan kenikmatan. Yang saya inginkan hanya engkau segera
memeluk agama Islam,” tukas Ummu Sualim tandas.
“Tetapi saya tidak
mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku?” tanya Abu Thalhah.
“Tentu saja
pembimbingmu adalah Rasululah sendiri,” tegas Ummu Sulaim.
Maka Abu Thalhah pun
bergegas pergi menjumpai Rasulullah Saw. yang mana saat itu tengah duduk
bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah Saw.
berseru, “Abu Thalhah telah datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada
kedua bola matanya.”
Ketulusan hati Ummu
Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu
Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh
kenikmatan yang dia janjikan. Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri
dan ibu asuh anak-anaknya selain Ummu Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan
Rasulullah Saw. lisan Abu Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, “Saya
mengikuti ajaran Anda, wahai Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada ilah
yang berhak diibadahi kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusanNya.”
Menikahlah Ummu
Sulaim dengan Abu Thalhah, sedangkan maharnya adalah keislaman suaminya. Hingga
Tsabit –seorang perawi hadits- meriwayatkan dari Anas, “Sama sekali aku belum
pernah mendengar seorang wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim,
yaitu keislaman suaminya.” Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah tangga
yang damai dan sejahtera dalam naungan cahaya Islam.
KISAH SEORANG
PEMUDA YANG MENEMUKAN APEL
Alkisah ada seorang
pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu. Di tengah perjalanan dia haus dan
singgah sebentar di sungai yang airnya jernih. dia langsung mengambil air dan
meminumnya. tak berapa lama kemudian dia melihat ada sebuah apel yang terbawa
arus sungai, dia pun mengambilnya dan segera memakannya. setelah dia memakan
segigit apel itu dia segera berkata: “Astagfirullah.”
Dia merasa bersalah
karena telah memakan apel milik orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu.
“Apel ini pasti punya pemiliknya, lancang sekali aku sudah memakannya. Aku
harus menemui pemiliknya dan menebus apel ini”.
Akhirnya dia menunda
perjalanannya menuntut ilmu dan pergi menemui sang pemilik apel dengan
menyusuri bantaran sungai untuk sampai kerumah pemilik apel. Tak lama kemudian
dia sudah sampai ke rumah pemilik apel. Dia melihat kebun apel yang apelnya
tumbuh dengan lebat.
“Assalamualaikum…”
“Waalaikumsalam…”
Jawab seorang lelaki tua dari dalam rumahnya.
Pemuda itu
dipersilahkan duduk dan dia pun langsung mengatakan segala sesuatunya tanpa ada
yang ditambahi dan dikurangi. Bahwa dia telah lancang memakan apel yang terbawa
arus sungai.
“Berapa harus kutebus
harga apel ini agar kau ridha apel ini aku makan pak tua,” tanya pemuda itu.
Lalu pak tua itu
menjawab, “Tak usah kau bayar apel itu, tapi kau harus bekerja di kebunku
selama 3 tahun tanpa dibayar, apakah kau mau?”
Pemuda itu tampak
berfikir, karena untuk segigit apel dia harus membayar dengan bekerja di rumah
bapak itu selama tiga tahun dan itupun tanpa digaji, tapi hanya itu
satu-satunya pilihan yang harus diambilnya agar bapak itu ridha apelnya ia
makan.”Baiklah pak, saya mau.”
Al-hasil pemuda itu
bekerja di kebun sang pemilik apel tanpa dibayar. Hari berganti hari, minggu,
bulan dan tahun pun berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun dia bekerja dikebun
itu. Dan hari terakhir dia ingin pamit kepada pemilik kebun.
“Pak tua, sekarang
waktuku bekerja di tempatmu sudah berakhir, apakah sekarang kau ridha kalau
apelmu sudah aku makan?”
Pak tua itu diam
sejenak. “Belum.”
Pemuda itu terhenyak.
“Kenapa pak tua, bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di kebunmu.”
“Ya, tapi aku tetap
tidak ridha jika kau belum melakukan satu permintaanku lagi.”
“Apa itu pak tua?”
“Kau harus menikahi
putriku, apakah kau mau?”
“Ya, aku mau,” jawab
pemuda itu.
Bapak tua itu
mengatakan lebih lanjut. “Tapi, putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau
mau?”
Pemuda itu tampak
berfikir, bagaimana tidak? Dia akan menikahi gadis yang tidak pernah dikenalnya
dan gadis itu cacat, dia buta, tuli, dan lumpuh. Bagaimana dia bisa
berkomunikasi nantinya? Tapi diap un ingat kembali dengan segigit apel yang
telah dimakannya. Dan dia pun menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik
kebun apel itu untuk mencari ridha atas apel yang sudah dimakannya.
“Baiklah pak, aku mau.”
Segera pernikahan pun
dilaksanakan. Setelah ijab kabul sang pemuda itupun masuk kamar pengantin. Dia
mengucapkan salam dan betapa kagetnya dia ketika dia mendengar salamnya dibalas
dari dalam kamarnya. Seketika itupun dia berlari mencari sang bapak pemilik
apel yang sudah menjadi mertuanya.
“Siapakah wanita yang
ada didalam kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan istriku?”
Pak tua itu tersenyum
dan menjawab. “Masuklah nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana adalah
istrimu.”
Pemuda itu tampak bingung.
“Tapi, bukankah istriku buta, tuli tapi kenapa dia bisa mendengar salamku?
Bukankah dia bisu
tapi kenapa dia bisa menjawab salamku?”
Pak tua itu tersenyum
lagi dan menjelaskan. “Ya, memang dia buta, buta dari segala hal yang dilarang
Allah. Dia tuli, tuli dari hal-hal yang tidak pantas didengarnya dan dilarang
Allah. Dia memang bisu, bisu dari hal yang sifatnya sia-sia dan dilarang Allah,
dan dia lumpuh, karena tidak bisa berjalan ke tempat-tempat yang maksiat.”
Pemuda itu hanya
terdiam dan mengucap lirih: “Subhanallah…”
Dan mereka pun hidup
berbahagia dengan cinta dari Allah.
ZULAIKHA DAN
YUSUF
Cinta Zulaikha kepada
Yusuf, konon begitu dalam hingga Zulaikha takut cintanya kepada Yusuf merusak
cintanya kepada Allah. Berikut sedikit ulasan tentang cinta mereka.
Zulaikha adalah
seorang puteri raja sebuah kerajaan di barat (Maghrib) negeri Mesir. Beliau
seorang puteri yang cantik menarik. Beliau bermimpi bertemu seorang pemuda yang
menarik rupa parasnya dengan peribadi yang amanah dan mulia. Zulaikha pun jatuh
hati padanya. Kemudian beliau bermimpi lagi bertemu dengannya tetapi tidak tahu
namanya.
Kali berikutnya
beliau bermimpi lagi, lelaki tersebut memperkenalkannya sebagai Wazir kerajaan
Mesir. Kecintaan dan kasih sayang Zulaikha kepada pemuda tersebut terus
berputik menjadi rindu dan rawan sehingga beliau menolak semua pinangan putera
raja yang lain. Setelah bapanya mengetahui isihati puterinya, bapanya pun
mengatur risikan ke negeri Mesir sehingga mengasilkan majlis pernikahan dengan
Wazir negri Mesir.
Memandang Wazir
tersebut atau al Aziz bagi kali pertama, hancur luluh dan kecewalah hati
Zulaikha. Hatinya hampa dan amat terkejut, bukan wajah tersebut yang beliau
temui di dalam mimpi dahulu. Bagaimanapun ada suara ghaib berbisik padanya:
“Benar, ini bukan pujaan hati kamu. Tetapi hasrat kamu kepada kekasih kamu yang
sebenarnya akan tercapai melaluinya. Janganlah kamu takut kepadanya. Mutiara
kehormatan engkau sebagai perawan selamat bersama-sama dengannya.”
Perlu diingat sejarah
Mesir menyebut, Wazir diraja Mesir tersebut adalah seorang kasi, yang
dikehendaki berkhidmat sepenuh masa kepada baginda raja. Oleh yang demikian
Zulaikha terus bertekat untuk terus taat kepada suaminya kerana ia percaya ia
selamat bersamnya.
Demikian masa
berlalu, sehingga suatu hari al-Aziz membawa pulang Yusuf yang dibelinya di
pasar. Sekali lagi Zulaikha terkejut besar, itulah Yusuf yang dikenalinya
didalam mimpi. Tampan, menarik dan menawan.
Sabda Nabi Saw. yang
diriwayatkan oleh Hammad dari Tsabit bin Anas memperjelasnya: “Yusuf dan ibunya
telah diberi oleh Allah separuh kecantikan dunia.”
Kisah Zulaikha dan
Yusuf direkam di dalam Al Quran pada Surah Yusuf ayat 21 sampai 36 dan ayat 51.
Selepas ayat tersebut Al Quran tidak menceritakan kelanjutan hubungan Zulaikha
dengan Yusuf. Namun Ibn Katsir di dalam Tafsir Surah Yusuf memetik bahwa
Muhammad bin Ishak berkata bahawa kedudukan yang diberikan kepada Yusuf oleh
raja Mesir adalah kedudukan yang dulunya dimiliki oleh suami Zulaikha yang telah
dipecat. Juga disebut-sebut bahwa Yusuf telah beristrikan Zulaikha sesudah
suaminya meninggal dunia, dan diceritakan bahwa pada suatu ketika berkatalah
Yusuf kepada Zulaikha setelah ia menjadi isterinya, “Tidakkah keadaan dan
hubungan kita se¬karang ini lebih baik dari apa yang pernah engkau inginkan?”
Zulaikha menjawab,
“Janganlah engkau menyalahkan aku, hai kekasihku, aku sebagai wanita yang
cantik, muda belia bersuamikan seorang pemuda yang berketerampilan dingin,
menemuimu sebagai pemuda yang tampan, gagah perkasa bertubuh indah, apakah
salah bila aku jatuh cinta kepadamu dan lupa akan kedudukanku sebagai wanita
yang bersuami?”
Dikisahkan bahwa
Yusuf menikahi Zulaikha dalam keadaan gadis (perawan) dan dari perkawinan itu
memperoleh dua orang putra: Ifraitsim bin Yusuf dan Misya bin Yusuf.
Demikianlah kisah-kisah cinta yang menggugah hati
saya baru-baru ini. Semoga kisah cinta kita sekalian, saya dan anda, wahai para
pembaca, seindah cinta mereka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar