Tertawa merupakan bagian dari
kehidupan manusia. Karena setelah rasa sedih maka rasa bahagia akan datang
secara bergantian, dan biasanya rasa itu ditampilkan dengan tawa. Islam, agama fitrah, tidak mencegah
orang tertawa. Nabi saw. juga sesekali tertawa dan bercanda dengan para
sahabatnya, tetapi Rasulullah tidak membiasakan diri untuk melakukannya
sepanjang waktu. Nah, kita sebagai umat Islam
tentunya memiliki aturan tersendiri saat tertawa, bercanda atau menceritakan
sebuah lelucon.
1. Lelucon seharusnya tidak
menyimpang dari masalah iman. Tidak meremehkan, melukai, atau mengejek orang
lain. Ada beberapa ayat dalam Al Qur’an yang menerangkan tentang hal ini.
2. Kebohongan dan kepalsuan tidak
harus digunakan sebagai alat untuk membuat orang tertawa.
Nabi saw. bersabda: “Celakalah
orang yang memberikan pidato kepada orang dan berbohong untuk membuat mereka
tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” [Sunan Abi Dawud (4990), Sunan
al-Tirmidzi (2315), dan Sunan al-Darimi (2702)].
3. Lelucon itu seharusnya tidak
menimbulkan rasa takut kepada siapa pun atau berupa intimidasi.
4. Lelucon tidak boleh dilakukan
pada acara-acara serius atau pada saat orang menangis. Ada waktu dan tempat yang
tepat untuk segalanya.Hal ini bisa kita pikirkan secara
logis, karena saat orang yang tengah menangis butuh tempat untuk bersandar. Dan
jika tiba-tiba saja tertawa maka orang yang menangis tentunya akan merasa
tersinggung dan dapat menyakiti hatinya.
5. Lelucon diungkapkan dalam batas
yang wajar sesuai dengan etika dan akal.
Jika seorang Muslim berfokus pada apa manfaat
baginya dalam masalah agama ataupun duniawi, ia akan menemukan sesuatu yang
memang ia butuhkan dan tidak terlalu banyak mengonsumsi hiburan yang tidak
penting untuk diri dan keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar