Ajal tak pernah
pilih pilih usia, besar kecil tua muda sehat ataupun sekarat siapa yang
berangkat lebih awal tak ada yang mengetahui. karena itu persiapkan diri kita
seblum Ajal menjemput.
semoga catatan ini menjadi pencerahan buat kita dan keluarga kita.
Kematian adalah perjalanan yang pasti dilalui oleh setiap manusia. Perjalanan yang sangat jauh dan lama waktunya. Perjalanan yang membutuhkan bekal yang memadai, menuju negeri akhirat. Dalam perjalanan kita mesti melalui stasiun-stasiun dan jalan-jalan yang terjal dan sangat berbahaya. Kendaraannya harus bagus dan prima, dan bekalnya harus cukup dan memadai. Jika tidak, na’udzubillah, kita mohon perlindungan kepada Allah swt darinya.
Karenanya sebelum kematian menjemput kita, kita buat persiapan. Apa persiapan dan bekal yang paling utama?
semoga catatan ini menjadi pencerahan buat kita dan keluarga kita.
Kematian adalah perjalanan yang pasti dilalui oleh setiap manusia. Perjalanan yang sangat jauh dan lama waktunya. Perjalanan yang membutuhkan bekal yang memadai, menuju negeri akhirat. Dalam perjalanan kita mesti melalui stasiun-stasiun dan jalan-jalan yang terjal dan sangat berbahaya. Kendaraannya harus bagus dan prima, dan bekalnya harus cukup dan memadai. Jika tidak, na’udzubillah, kita mohon perlindungan kepada Allah swt darinya.
Karenanya sebelum kematian menjemput kita, kita buat persiapan. Apa persiapan dan bekal yang paling utama?
Pertama:
Mengakui dosa-dosa, ketidakberdayaan di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, dan
penyesalan yang dalam. Agar taubat kita diterima dan sempurna. Penyesalan dan
taubat yang disertai dengan tangisan dan tetesan air mata di hadapan Allah Yang
Maha Suci. Agar Dia mengampuni salah dan dosa kita, menerima taubat kita.
Kedua:
Menunaikan hak-hak Allah dan hak-hak manusia. Lakukan sendiri, tidak diwakilkan
kepada orang lain.
Ketiga: Memperhatikan
dan memperdulikan wasiat. Tunaikan sendiri hak-hak Allah dan hak-hak manusia,
jangan diwakilkan kepada orang lain.
Keempat:
Persoalan harta. Harta pasti akan keluar dari tangan kita. Tunaikan sendiri,
jangan wakilkan pada orang lain atau ahli waris. Karena belum tentu mereka
memikirkan nasib kita di negeri Barzakh dan Akhirat. Mengapa? Karena manusia
dan setan akan selalu berbisik pada ahli waris agar tidak menunaikan hak-hak
yang berkatan dengan harta. Sementara jika ajal telah tiba semua itu sudah berada
di luar kemampuan dan kekuasaan kita. Saat itulah timbul penyesalan yang amat
sangat dalam seperti yang dinyatakan di dalam Al-Qur’an:
“Ketika kematian
telah datang kepada salah seorang dari mereka, ia berkata: Duhai Tuhanku,
kembalikan aku ke dunia agar aku berbuat amal saleh terhadap apa yang aku
tinggalkan.” (Al-Mu’minun: 99-100).
Maka ayat
tersebut telah disepakati bahwa penyesalan manusia di negeri Barzakh tak
berguna lagi. Dan yang dimaksud dengan amal yang belum ditunaikan dan
disesalkan adalah amal yang berkait dengan harta.
Penyesalan akan
bertambah dalam dan penderitaan semakin mencekam, saat ia menyaksikan harta
yang ditinggalkan pada anak dan keluarganya tak pernah dikeluarkan untuk
kebutuhan dirinya, bahkan digunakan pada kemaksiatan dan hal-hal yang dimurkai
oleh Allah swt. Ia pasti menangis dan menjerit pilu, menyesali hartanya.
Mengapa ia tidak menggunakan dan menghabiskan saat hidupnya untuk kepentingan
dirinya di negeri Barzakh dan Akhirat. Kisah ini banyak disebutkan dalam
hadis-hadis Nabi saw dan Ahlul baitnya (sa) bahwa orang yang seperti ini pasti
menangis, merintih dan menjerit pilu, khususnya setiap kamis sore hingga bakdah
shalat Jum’at. Karena saat-saat inilah dia diizinkan oleh Allah swt untuk
berkunjung kepada anak-anaknya dan keluarganya.
Ya Allah, ya Rahmân ya Rahîm, selamatkan kami dari penyesalan ini, penyesalan yang tak berguna dan tak berakhir.
Ya Allah, ya Rahmân ya Rahîm, selamatkan kami dari penyesalan ini, penyesalan yang tak berguna dan tak berakhir.
Kelima:
Mempersiapkan kain kafan berikut adab-adabnya. Misalnya kain kafan yang
dituliskan teks kalimat syahadah, nama2 orang suci, asma2 Allah, doa Jawsyan
Kabir (1000 asma Allah). Sebagai catatan penting: jangan ditulis dengan tinta
berwarna hitam.
(Disarikan dari kitab Al-Bâqiyâtus Shâlihât, bab 6: 532-533)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar